Innalillah wa inna ilaihi rajiun, begitulah ucapan bagi orang yang beriman ketika mendengar atau melihat saudaranya yang tertimpa musibah. Apalagi media cetak dan elektronik terus menampilkan berita kesedihan yang dialami sebagian rakyat di Sumatera Barat dan beberapa wilayah lainnya di Indonesia.
Ya Allah, apalagi Ya Allah, dengan mata berkaca-kaca ketika kita menyaksikan melalui televisi atau membaca berita melalui media cetak lokal atau pun nasional. Hati ini terasa tercabik-cabik, ikut merasakan kesedihan saudara sebangsa dan setanah air tertimpa musibah.
Bantuan pun mengalir baik dari pihak pemerintah maupun masyarakat, dan beberapa negara yang peduli dengan nasib rakyat yang tertimpa musibah. Kita tentu berharap pemberian bantuan itu diilhami dengan ketulusan dan keikhlasan agar keberkahannya betul betul dirasakan dan tepat sasaran.
Solidaritas bangsa Indonesia saat ini diuji oleh Sang Penguasa alam semesta. Apakah semangat kebersamaan dan kemanusiaan masih lekat terpatri. Atau kah telah terputus mata rantai kesetiakawanan sosial. Buktikan, bagi orang-orang kaya untuk menyumbangkan kekayaannya dan bagi yang tidak berpunya, bantulah mereka dengan doa agar mereka tabah dan sabar dalam menghadapinya.
Mencari hikmah dibalik musibah menjadi penting, namun tidak semua orang pandai menelusurinya. Padahal, musibah yang terjadi bukan hanya kali ini. Dalam Al Quran telah dinukilkan, bagaimana kaum Nabi Nuh as yang tenggelam akibat banjir besar. Qarun yang kaya raya, serakah dan kikir akhirnya ditelan bumi.
Pertama, pelajaran dengan menyadari akar penyebab terjadinya musibah. Ada nilai spiritual yang amat dalam mengusik pemikiran kita yang secara substansi menunjukkan keterbatasan kuasa manusia atas alam semesta.
Mengapa tragedi tsunami tidak dijadikan pelajaran? Ribuan korban jiwa, orang tua kehilangan anaknya, anak kehilangan orang tuanya dan menjadi yatim bahkan yatim-piatu, suami kehilangan isterinya dan sebaliknya. Mestinya isyarat ini terbaca agar musibah yang terjadi tidak menimbulkan korban jiwa yang begitu besar. Dan tidak memandangnya sebatas sunatullah tetapi berusaha untuk mengantisipasinya.
Kelalaian untuk mengambil hikmah dan pelajaran. Ada kesan rasa aman bahwa musibah yang telah menimbulkan korban yang begitu besar tidak akan terjadi lagi. Lalu tenggelam dalam hiruk pikuknya politik dan kekuasaan
Kedua, peringatan bahwa derita, kepedihan, kesusahan, dan duka cita adalah konsekuensi perbuatan dan tingkah laku jelek. Apakah carut marut, perseteruan, dan konflik aneka kepentingan politik dan kekuasaan yang menjadi salah satu sebab datangnya musibah karena deteksi tanda-tanda musibah terabaikan.
Perhatikan apa yang telah dicontohkan Al Quran itu ternyata unsur keserakahan, kedurhakaan, dan biadab manusia menjadi salah satu faktor penyebab kemurkaan Sang Maha Pencipta, Allah SWT.
Kiranya perlu diletakkan landasan pemikiran dalam menentukan langkah strategis masa depan. Agar musibah serupa terdeteksi lebih awal untuk menghindari korban jiwa yang begitu besar
Menjadikan musibah sebagai suatu peringatan menjadi urgen ketika fenomena kehidupan perlu kebijakan. Orang yang menutup diri mengambil hikmah dan peringatan dari musibah adalah dungu. Mengapa? Sebab tingkah laku dan perbuatan, bukannya membuat sadar tetapi sebaliknya merajelela dengan menganggap musibah yang terjadi sekadar fenomena alam .
Setiap musibah pasti ada hikmah. Beberapa diantara kita mungkin sudah cukup memahami pelajaran hidup itu sejak awal dan menjadikannya pedoman untuk melangkah lebih baik, sementara yang lain masih mengabaikannya. Kepandaian kita mencari hikmah diantara proses kehidupan yang sulit atau senang tentu akan membawa kita pada tingkat kualitas personal dan kehidupan yang lebih baik
Di masa datang kita mungkin akan menghadapi berbagai bentuk kenyataan pahit dan nampak begitu menakutkan. Tetapi jika kita berusaha keras keluar dari masalah, maka suatu saat tanpa disadari kenyataan pahit itu justru menjadi titik tolak bagi perubahan. Musibah dan pengalaman pahit tak pernah kita inginkan, tetapi semua itu kita perlukan agar kita sadar untuk segera melakukan perubahan dan menjadi jauh lebih baik dengan segala potensi yang kita miliki.
Potensi diri setiap individu bangsa dengan kualitas keimanan untuk membangun bangsa dan negara ini dengan berprilaku sederhana dan berimbang, sehingga apa yang tercantum dalam pancasila sebagai dasar negara teraplikasi nyata.
Alangkah indahnya negeri ini jika tercipta keharmonisan hubungan antara rakyat, wakil rakyat, ulama, dan pemerintah. Tidak ada perseteruan dan konflik yang berkepanjangan yang pada akhirnya Allah SWT menghindarkan kita dari musibah ( bala dan bencana.)
Posting Komentar