A. Pendahuluan
Dalam sejarah Islam dikenal ada beberapa aliran teologi yang berkembang sejak awal kehadiran Islam. Diantara aliran-aliran teologi tersebut, pemikiran yang terkait dengan wacana tentang kehendak dan perbuatan manusia.
Dalam pandangan para mutakallimin, seringkali perbincangan tentang manusia hampir selalu berujung pada tema-tema relasi teologis, seperti hubungan antara makhluk dengan Kholik. Tema-tema seperti itu, meskipun berat untuk dipikirkan, selalu menarik untuk di bicarakan paling tidak karena dua alasan.
Pertama, karena manusia pada dasarnya merupakan makhluk religius, makhluk yang memiliki kesadaran keberagamaan yang pada tingkat tertentu dapat menjadi spirit yang sangat dominan. Seluruh kehendaknya digerakkan oleh kekuatan raksasa yang sering kali sulit dikendalikan. Bahkan kekuatan rasio sekalipun tidak lagi mampu memberikan pertimbangan-pertimbangan penyeimbang sehingga akhirnya ia pasrah atas kehendak itu.
Munculnya kekuatan religi ini pada manusia sekaligus mencerminkan adanya batas-batas kehendak manusia, yang karena ketidakberdayaannya ia menjadi makhluk yang sangat fatalistic, dan hanya bergerak pada ketergantungan spiritual yang hampir tidak mengenal batas.
Kedua, karena manusia juga pada saat yang sama merupakan makhluk rasional, makhluk yang berdasarkan fitrah penciptaannya dipandang memiliki kelebihan eksklusif. Fasilitas akal yang sengaja dianugerahkan Tuhan kepada manusia telah membentuk dirinya sebagai makhluk yang bebas dan merdeka. Kebebasan dan kemerdekaan berfikir inilah yang pada gilirannya telah memberikan warna pluralistik, baik pada tatanan sosial maupun spiritual.
Pola-pola berpikir teologis di atas, tanpa disadari kini telah melengkapi khazanah pemikiran Islam yang sangat progresif. Bahkan lebih dari itu, kehadiran produk berpikir tersebut, telah pula membentuk teologi yang secara dikotomik terbelah pada kekuatan Qodariah dan Jabariah.
Tuhan adalah pencipta alam semesta, termasuk di dalamnya manusia sendiri. Selanjutnya Tuhan mahakuasa dan mempunyai kehendak yang bersifat mutlak. Disini timbullah pertanyaan sampai di manakah manusia sebagai ciptaan Tuhan, bergantung pada kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan dalam menentukan perjalanan hidupnya? Diberi Tuhankah manusia kemerdekaan dalam mengatur hidupnya? Ataukah manusia terikat seluruhnya pada kehendak dan kekuasaan Tuhan?[1]
Berdasarkan argumen diatas, maka makalah ini mencoba mengulas tentang kedua paham tersebut, bagaimana asal-usulnya, siapa tokoh-tokohnya, bentuk ajaran-ajarannya, dan aspek-aspek lain dalam kaitannya dengan Sejarah Pemikiran Islam. Paling tidak, kajian ini mampu memberi pendalam pemahaman kita terhadap faham Jabariah dan Qadariah.
B. Qadariah ( Asal mula, Doktrin, dan Argumentasinya )
Qodariah berasal dari bahasa Arab yaitu qadara artinya kemampuan dan kekuatan, sedangkan arti terminologinya adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan atau perbuatan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan Dalam bahasa Inggris Qadariyah ini diartikan sebagai free will and free act, bahwa manusialah yang mewujudkan perbuatan-perbuatan dengan kemauan dan tenaganya.
Ajaran-ajaran ini banyak persamaannya dengan Mu’tazilah. Kehadiran Qadariah merupakan isyarat penentangan terhadap politik pemerintahan Bani Umayyah, aliran ini selalu mendapat tekanan dari pemerintah, namun paham Qadariah tetap berkembang. Dalam perkembangannya, paham ini tertampung dalam madzhab mu’tazilah[2].
Menurut Ibnu Nabatah, seorang ahli sejarah dalam kitabnya Syarh Al-Uyun bahwa faham Qadariyah ini pertama kali dimunculkan oleh seorang Nasrani Irak yang masuk Islam kemudian kembali kepada Nasrani. Dari orang inilah Ma’bad al Juhani dan Gailan ad-Dimasyqi mengambil faham Qadariyah.
Ma’bad al Juhani adalah seorang tabi’in, pernah belajar kepada Wasil bin Ata dan Hasan al-Bishri di Basra. Ia dihukum mati karena membawa paham Qadariyah ini. Namun ajarannya tetap berkembang dalam dunia Islam.
Tetapi menurut Harun Nasution dalam bukunya, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, menyebutkan bahwa, Ma’bad al-Juhani bukan di hukum mati, namun mati terbunuh dalam peperangan melawan al-Hajjaj tahun 80 H.[3]
Adapun Gailan ad-Dimasyqi adalah putra seorang pegawai pada masa khalifah Usman bin Affan. Ia dihukum mati oleh khalifah Hisyam bin Abdul Malik karena menganut faham Qadariyah.[4]
Harun Nasution dalam bukunya, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, yang mengutip tulisan Ali Mustafa al-Ghurabi dalam Tarikh al-Firaq al-Islamiah, menyebutkan bahwa Selain dari penganjur faham Qadariyah Ghailan al-Dimasyqi juga merupakan pemuka Murji’ah dari golongan al-Salihiah.[5]
Adapun mengenai doktrin Qadariah, diantaranya sebagai berikut :
1. Segala usaha dan ikhtiar semata-mata perbuatan manusia. Tidak intervensi Tuhan dalam perbuatan itu.
2. Setan itu serupa dengan Tuhan karena tidak mempunyai wujud yang nyata.
3. Berbuat kejahatan itu seperti setan dan berbuat kebaikan itu seperti Tuhan
4. Qada dan qadar itu bukan dari pada Tuhan.
5. Beramal Ibadah itu sia-sia karena tiap-tiap baik dan jahat itu azali.
6. Tidak ada syurga, neraka, hisab, mizan dan belum dijadikan Tuhan.
7. Bahwa amal ibadah hamba semata-mata tidak diketahui memperoleh pahala atau siksa jika melaksanakan atau meninggalkannya.
8. Bahwa Tuhan tidak menjadikan setan karena jika menjadikan setan, maka Tuhan juga menjadikan kekufuran
9. Bahwa segala amal ibadah Tuhan semata-mata iman dan kufur.
10. benci shalat fardlu dan suka kepada shalat sunnat, maka shalat yang empat rakaat dijadikan dua rakaat saja.
11.Segala kitab-kitab Allah yang turun dari langit tidak mansuh, wajib beramal dengan semua isi kandungannya.
kasab, sementara An-Najjar mengaplikasikannya dengan ide bahwa manusia tidak lagi seperti wayang yang digerakkan, sebab tenaga yang diciptakan Tuhan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya.
Untuk memperkuat argumentasi, mereka ( Qadariah ) mengemukakan dasar-dasar Al Quran. Berikut beberapa contoh ayat-ayat Al Quran menurut konsep arti, makna, dan pemahaman mereka.
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang lalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.[6]
C. Jabariah ( Asal mula, Doktrin, dan Argumentasinya )
Kata jabariah berasal dari kata “jabara” (Arab: jabarîyah”, artinya paham keterpaksaan manusia yang artinya “memaksa”. Secara istilah Jabariah adalah suatu golongan yang mengatakan segala perbuatan manusia sesungguhnya datang dari Allah dengan kata lain segala perbuatan manusia terpaksa dilakukan.
Menurut Muhammad Abu Zahrah, secara historis paham Jabariah ini muncul sejak zaman para sahabat dan masa Bani Umayyah. Ketika itu para ulama mulai membicarakan masalah kadar serta masalah kekuasaan manusia ketika berhadapan dengan kemahakuasaan dan mutlak Tuhan.[7]
Kaum Jabariah berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak Tuhan dan perbuatannya. Manusia dalam faham ini terikat pada kehendak mutlak Tuhan. Jadi Nama Jabariah berasal dari kata Jabara yang mengandung arti memaksa.
Memang, dalam aliran ini terdapat faham bahwa manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Dan Istilah Inggris faham ini disebut fatalism atau fredestination. Perbuatan-perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qada dan qadar Tuhan.
Masyarakat Arab sebelum Islam kelihatannya dipengaruhi oleh faham jabariah ini. Bangsa Arab yang pada waktu itu bersifat serba sederhana dan jauh dari pengetahuan, terpaksa menyesuaikan hidup mereka dengan suasana padang pasir dengan panasnya terik matahari serta tanah dan gunungnya yang gundul.[8]
Mengenai asal usul aliran Jabariah di dalam Islam, pada umumnya para ahli beranggapan bahwa aliran tersebut muncul sebagai akibat dari paham agama yahudi. Dikatakan bahwa Ja’ad bin Dirham mengambil paham Jabariah tersebut dari seorang yahudi di Syam ( Suriah )
Konsep ini diklarifikasi oleh Abu Zahrah bahwa aliran Jabariah tidak serta merta agama yahudi yang menjadi satu-satunya yang mempengaruhi munculnya paham Jabariah, tetapi kemungkinan agama Zoroaster dan Manu dari Persia turut mempengaruhi munculnya paham Jabariah.
Abu Zahrah merilis bahwa adanya berita yang menceritakan seorang laki-laki dari Persia datang kepada Rasulullah SAW seraya berkata: “ Engkau telah melihat orang Persia mengawini anak-anak dan saudara perempuannya. Apabila ditanya kenapa mereka berbuat demikian, maka mereka menjawab ini adalah qada dan qadar Tuhan “ Lalu Rasulullah SAW bersabda: “ Akan ada di antara umatku yang berpaham demikian, mereka itu majusi umatku “[9]
Jabariyah, kelihatannya ditonjolkan buat pertama kali dalam sejarah teologi Islam oleh al-Ja’ad Ibn Dirham, tetapi yang menyiarkannya adalah Jahm ibn Safwan dari Khurasan. Jahm yang terdapat dalam aliran Jabariyah ini sama dengan Jahm yang mendirikan golongan al-Jahmiah dalam kalangan Murji’ah sebagai sekretaris dari Syuraih Ibn al-Haris. Ia turut dalam gerakan melawan kekuasaan Bani Umayyah. Dalam perlawanan itu Jahm tertangkap dan kemudian dihukum bunuh di tahun 131 H.[10]
Selanjutnya, Syahrastani di dalam bukunya, “ al-Milal “, membedakan paham Jabariah yang berkembang di dunia Islam ke dalam dua bentuk yaitu, jabariyah ekstrim dan jabariyah moderat. Perbedaan keduanya cukup mendasar.
Jabariyah ekstrim meyakini bahwa segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya. Manusia tidak mampu berbuat apapun, tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan. Jadi kalaupun manusia berbuat baik atau jahat, itu merupakan kehendak dan gerak Tuhan.
Sementara jabariyah moderat mengatakan bahwa Tuhan menciptakan perbuatan manusia baik dan buruknya, tetapi manusia mempunyai peranan di dalamnya. Tenaga yang diciptakan Tuhan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkannya yang disebut teori kasab atau acquisition. Teori ini menjelaskan bahwa Tuhan tidak memaksa.
Paham Kasb diperkenalkan oleh Dirar ibn ’Amr dalam konteks Jabariah moderat yang menempati posisi ditengah antara paham Qadariah dan Jabariah.
Beberapa doktrin yang dikembangkan para ulama jabariyah diantaranya:
1. Manusia tidak mampu berbuat apa-apa. Bahwa segala perbuatan manusia merupakan paksaan dari Tuhan dan merupakan kehendak-Nya yang tidak bisa ditolak oleh manusia. Manusia tidak punya kehendak dan pilihan. Ajaran ini dikemukakan oleh Jahm bin Shofwan.
2. Surga dan neraka tidak kekal, begitu pun dengan yang lainnya, hanya Tuhan yang kekal.
3. Iman adalah ma’rifat dalam hati dengan hanya membenarkan dalam hati. Artinya bahwa manusia tetap dikatakan beriman meskipun ia meninggalkan fardhu dan melakukan dosa besar. Tetap dikatakan beriman walaupun tanpa amal.
4. Kalam Tuhan adalah makhluk. Allah SWT Mahasuci dari segala sifat keserupaan dengan makhluk-Nya, maka Allah tidak dapat dilihat meskipun di akhirat kelak, oleh karena itu Al-Qur’an sebagai makhluk adalah baru dan terpisah dari Allah, tidak dapat disifatkan kepada Allah SWT.
5. Allah tidak mempunyai sifat serupa makhluk seperti berbicara, melihat, dan mendengar.
6. Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia berperan dalam mewujudkan perbuatan itu. Teori ini dikemukakan oleh Al-Asy’ari yang disebut teori kasab, sementara An-Najjar mengaplikasikannya dengan ide bahwa manusia tidak lagi seperti wayang yang digerakkan, sebab tenaga yang diciptakan Tuhan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya.
Berikut contoh-contoh ayat Al Quran yang membawa proses pemahaman Aliran Jabariah
إِلإِلِيُؤْمِنُوا كَانُومَا قُبُلا شَيْءٍ كُلَّ عَلَيْهِمْ وَحَشَرْنَا الْمَوْتَى كَلَّمَهُموَ الْمَلائِكَةَ إِلَيْهِمُ نَزَّلْنَا أَنَّنَاوَلَوْ
يَجْهَلُونَ أَكْثَرَهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهُ يَشَاءَ أَنْ
Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka, niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (Al-An’am:111)
تَعْمَلُونَ وَمَا خَلَقَكُمْ وَاللَّهُ
Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu. (Ash-shaffat 96)
بَلاءً مِنْهُ الْمُؤْمِنِينَ وَلِيُبْلِيَ رَمَى اللَّهَ وَلَكِنَّ رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَمَا قَتَلَهُمْ اللَّهَ وَلَكِنَّ تَقْتُلُوهُمْ فَلَمْ عَلِيمٌ سَمِيعٌ اللَّهَ إِنَّ حَسَنًا
Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-anfal 17)[11]
D. Perbedaan Jabariah dan Qadariah
Beberapa perbedaan mendasar terhadap berbagai permasalahan teologi yang berkembang diantara kedua aliran ini diantaranya adalah:
1. Jabariyah meyakini bahwa segala perbuatan manusia telah diatur dan dipaksa oleh Allah sehingga manusia tidak memiliki kemampuan dan kehendak dalam hidup, sementara qadariyah meyakini bahwa Allah tidak ikut campur dalam kehidupan manusia sehingga manusia memiliki wewenang penuh dalam menentukan hidupnya dan dalam menentukan sikap.
2. Jabariyah menyatakan bahwa surga dan neraka tidak kekal, setiap manusia pasti merasakan surga dan neraka, setelah itu keduanya akan lenyap. Qadariyah menyatakan bahwa manusia yang berbuat baik akan mendapat surga, sementara yang berbuat jahat akan mendapat ganjaran di neraka, kedua keputusan itu merupakan konsekuensi dari perbuatan yang dilakukan manusia berdasarkan kehendak dan pilihannya sendiri.
3. Takdir dalam pandangan kaum jabariyah memiliki makna bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan dan digariskan Allah SWT, sehingga tidak ada pilihan bagi manusia. Sementara takdir menurut kaum qadariyah merupakan ketentuan Allah terhadap alam semesta sejak zaman azali, manusia menyesuaikan terhadap alam semesta melalui upaya dan pemikirannya yang tercermin dalam kreatifitasnya.
E. Kesimpulan
Aliran Qadariah muncul sekitar tahun 70 H ( 689 M ). Ajaran-ajaran ini punya kemiripan dengan Mu’tazilah. Tokoh utama pembawa aliran Qadariah adalah Ma’bad al Juhani dan Gailan ad-Dimasyqi yang mengadopsi paham dari seorang kristiani di Irak. Kehadiran Qadariah tidak terlepas dari adanya pengaruh politik pada zamannya, terutama pada masa pemerintahan Bani Umayyah.
Selain itu, Gailan ad-Dimasyqi yang membawa ajaran Qadariah adalah pemuka Murji’ah dari golongan al-Salihiah. Doktrin Qadariah pada intinya, manusia diberi kewenangan untuk menentukan nasibnya. Segala perbuatan manusia ditentukan oleh diri manusia itu sendiri. Atau yang dikenal dengan istilah free will and free act.
Paham Jabariah menurut ahli sejarah cikal bakalnya ada pada masyarakat Arab sebelum Islam. Analisa yang di dasarkan pada kondisi alam di Jazirah Arab yang gersang dan tandus sehingga intensitas kepasrahan hidup lebih kental mewarnai kehidupan mereka.
Paham Jabariah dibawa oleh Ja’ad Ibn Dirham tetapi yang menyebarkan paham ini adalah Jahm Ibn Safwan dari Khurasan. Dia dari kalangan Murji’ah yang menentang Bani Umayyah. Doktrin Jabariah ini pada intinya serba Tuhan. Artinya, manusia tidak memiliki kekuatan dan kehendak apa pun, tidak punya pilihan ( terpaksa melakukan perbuatan ) atau yang dikenal dengan istilah Fatalism atau predestination
Tetapi dalam paham Jabariah Moderat, justeru berada diantara paham Qadariah dan Jabariah ekstrim, dimana unsur perbuatan manusia dilakukan secara bersama dengan Tuhan, artinya manusia berbuat memberi efek dari perbuatannya karena izin Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Asmuni, M. Yusran, Ilmu Tauhid, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999 )
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya. Surabaya. Mahkota.1989
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Universitas Indonesia, Cet. 2010
Harun Nasution, Pembaruan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta; Bulan Bintang, 1976)
Ditjen Dikdasmen Depdiknas, Ensiklopedi Islam 2, PT Ichtiar Baru Van hoeve, 2000
Kata Pengantar
Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat taufiq dan hidayah-Nya, penulis telah dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul Qadariah dan Jabariah
Tujuan penulisan makalah ini, disamping untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Sejarah Pemikiran Islam, juga sebagai bagian dalam upaya menambah wawasan pengetahuan dan lebih memahami bagaimana Sejarah Pemikiran Islam
Meskipun demikian, penulis menyadari bahwa apa yang penulis sajikan di dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Oleh itu, kritik dan saran penulis harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik tenaga maupun pikiran dalam penyelesaian makalah ini. Amiin yaa Rabbal ‘alamiin.
Penulis
ii
QADARIAH DAN JABARIAH
Makalah
Disusun dalam rangka tugas dan disampaikan
dalam diskusi kelas pada mata kuliah
Sejarah Pemikiran Islam
Oleh :
Muhamad Akli
Nim : 11.0212.0828
Dosen Pengampu
PROF. DR. H. ASMARAN, AS, MA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
PROGRAM PASCASARJANA
KONSENTRASI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
BANJARMASIN
2011
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR……………………………………………………... ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………. iii
QADARIAH DAN JABARIAH
A. Pendahuluan……………………………………………………. 1
B. Qadariah ( Asal Mula, Doktrin, dan Argumentasinya )………….. 2
C. Jabariah ( Asal Mula, Doktrin, dan Argumentasinya )………….. 4
D. Perbedaan Qadariah dan Jabariah…………………………….. 6
E. Kesimpulan…………………………………………………….. 10
F.
iii
Daftar Bacaan…………………………………………………….. 11
[1] Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Universitas Indonesia, 2010.hal. 33
[2] Asmuni, M. Yusran, Ilmu Tauhid, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999 ,hal 11
[3] Harun Nasution, op-cit, hal.34
[4] Ditjen Dikdasmen Depdiknas, Ensiklopedi Islam 2, PT Ichtiar Baru Van hoeve, 2000, hal.338
[5] Harun Nasution, op-cit, hal.34
[6] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Yayasan penyelenggara
penterjemah Al-Qur’an, Jakarta. Hal.
[7] Ditjen Dikdasmen Depdiknas op-cit. hal. 293
[8] Harun Nasution, op-cit, hal.33
[9] Ditjen Dikdasmen Depdiknas op-cit. hal.293
[10] Harun Nasution, lok-cit, hal.34
[11]
Posting Komentar