Mendidik dimulai Dengan Doa Akan Berhasil
Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa ada 3 orang pemuda terperangkap dalam sebuah gua yang tertutup batu besar, mereka berusaha sekuat tenaga mendorong batu besar secara bersama-sama. Tetapi apa yang terjadi? Batu besar itu tidak bergeser sedikit pun. Mereka mulai gelisah sebab apabila mereka tidak berusaha maka ajal akan menjemput mereka. Ikhtiar telah dilakukan dengan segenap kemampuan
yang ada, kini yang tersisa hanyalah kepasrahan.
Dalam kepasrahannya pemuda yang pertama mengemukakan bahwa dia tidak pernah memberikan air susu kepada orang lain, sebelum kedua orang tuanya meminumnya, meski anak sendiri memintanya. Selesai berdoa seberkas kilat menyambar terdengar dentuman keras, batu besar yang menutup gua sedikit bergeser, namun posisinya belum cukup untuk mereka dapat keluar. Pemuda kedua menceritakan kebaikan yang pernah dilakukan, bahwa ia pernah mengajak sepupunya untuk berzina, tetapi ia dingatkan dan akhirnya sadar, sehingga perbuatan nista itu tidak ia lakukan karena takut kepada Allah. Kembali seberkas kilat menyambar diiringi dentuman hebat, batu bergeser tetapi celahnya masih sempit mereka tetap dapat keluar dari dalam gua. Akhirnya pemuda ketiga tampil dengan penuh harapan dan tawakal. Bahwa ia mempunyai seorang pembantu, namun belum sempat gaji dibayarkan, pembantu itu pergi, tetapi gajinya dipergunakan dan dikembangkan dengan hasil yang berlipat ganda. Pembantu itu datang untuk meminta gajinya, maka ia serahkan gaji pembantu yang ia pergunakan dan kembangkan itu semuanya. Pada detik terakhir ia berdoa kilat menyambar dan dentuman keras terjadi, batu besar yang menutup lubang gua bergeser, dan celahnya cukup besar hingga mereka dapat keluar dari dalam gua.
Hikmah apa yang terkandung dalam peristiwa tersebut? Ternyata, ada energi yang dahsyat ketika tingkat kepasrahan dengan ruh keikhlasan mencapai puncak doa kehambaan kepada Allah SWT. Lalu apa yang dapat kita terapkan untuk membangun generasi muda bangsa? Dengan doa ( tentu ada usaha ) mereka agar dalam meraih prestasi keilmuan melalui pendidikan berimbang antara unsur religi dan sains. Apalagi era globalisasi seperti sekarang ini, kenakalan remaja, pergaulan bebas, media elektronika semakin membuka peluang besar terjadinya kerusakan moralitas.
Dalam dunia pendidikan para guru dapat merasakan fenomena kepatuhan anak didik untuk menuruti nasihat semakin menurun, mereka cenderung lebih menonjolkan aksi mereka yang melampaui batas. Perasaan hormat terhadap guru yang terbit dari nurani siswa tergerus oleh arus global teknologi dan informasi. Apalagi jika penguasaan teknologi dan informasi sangat minim dikuasai seorang guru. Namun, semua itu dapat diselesaikan dengan memberikan porsi pembelajan agama berimbang dengan materi pembelajaran umum.
Bencana yang bertubi-tubi datang silih berganti melanda negeri ini, boleh jadi efek religi akibat hujatan yang dialamatkan pada ulama dan kiyai. Padahal mereka adalah pewaris nabi sangat mungkin menjadi sebab terjadinya bencana.
Oleh karena itu, keberhasilan pembinaan dan pengembangan pendidikan, mutlak dimulai dengan bermohon kepada Allah agar memberikan taufik, hidayah, dan lindungan-Nya. Bukankah Nabi Muhammad SAW. sendiri menyatakan tak bisa memberikan hidayah karena Allah lah yang memiliki kekuasaan prerogatif atas hidayah tersebut.
Pendidikan yang pada hakikatnya berisi kewajiban untuk menyeru pada kebajikan dan sebagai jalan ibadah kepada Allah. Apa pun kendala dalam mendidik siswa, Allah merestui dan memberikan bantuan-Nya sehingga proses belajar dan mengajar akan menjadi mudah dan berhasil sesuai dengan harapan.
Berusaha maksimal dalam mendidik siswa seharusnya dilandasi dengan keikhlasan dan kesabaran yang dibarengi dengan takarub (pendekatan) kepada Allah SWT. Aktivitas yang dilakukan selayaknya mencerminkan keteladanan melalui kesalehan sosial.
Keteladanan merupakan kata kunci dalam pendidikan. Guru harus bisa menjadi teladan bagi anak-anak didiknya. Imam Al Ghazali berkata, "Seorang guru itu harus mengamalkan ilmu lalu perkataannya. Karena sesungguhnya, ilmu itu dapat dilihat dengan mata hati, sedangkan perbuatan dapat dilihat dengan mata kepala. Padahal yang memiliki mata kepala jumlahnya lebih banyak."
Pendidikan yang disertai dengan makna ibadah bagi seorang anak sangat membantu mereka untuk memiliki intensitas kesadaran berpikir. Tentu kesadaran berpikir yang berwawasan ilahiah , yakni keikhlasan dan ketaatan kepada Allah, dan pelaksanaan ketaatan sesuai dengan cara-cara Rasulullah.
Pendidikan berdasarkan ibadah karena dapat membekali manusia dengan muatan yang intensitasnya tinggi dan abadi yang bersumber dari Allah. Dari pendidikan yang dilandasi ibadah akan memunculkan 3 potensi dasar yang dimiliki anak. Pertama, religius skill people, yakni insan yang terampil sekaligus memiliki keimanan teguh dan utuh. Lulusan pendidikan seperti ini akan mampu mengisi kebutuhan tenaga kerja di berbagai sektor, termasuk di era globalisasi saat ini.
Kedua, Religius community leader, yakni insan yang menjadi penggerak dinamika transformasi sosial dan kultural masyarakat. Dia juga menjadi penjaga gawang dan penyeleksi terhadap efek-efek negatif proses pembangunan dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
Ketiga, insan yang memiliki integritas, istiqamah, cakap melakukan analisis, dan komitmen tinggi terhadap penyelesaian masalah-masalah di masyarakat.
Hanya, apabila kita melihat kondisi pendidikan Indonesia membuat kita miris. Akankah pendidikan yang diawali dengan ibadah bisa terwujud ? Guru sebagai pemegang kunci pendidikan saat ini hanya mengangkat topik-topik yang sudah ada di kurikulum, bahkan sebatas menjabarkan isi buku teks.
Keberhasilan pembelajaran diukur sebatas daya serap siswa, yaitu kemampuan menghimpun pengetahuan secara minimal. Pada akhirnya evaluasi pembelajaran juga ditekankan kepada aspek pengetahuan, malah dibatasi dalam kerangka Ujian Nasional (UN) beberapa mata pelajaran. Di lain pihak, untuk memberdayakan guru agar bisa bersifat humanis dan islami perlu dukungan dari semua pemangku kepentingan (stakeholders) pendidikan. Guru tidak bisa menjalankan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi tanpa adanya dukungan dari pemerintah, sekolah, orang tua, maupun lingkungan sekitar.
Semoga pendidikan yang dimulai dari niat mendidik sebagai jalan ibadah dapat terwujud. Kita masih optimistis adanya kebijakan nasional bidang pendidikan yang lebih membebaskan dan mencerahkan.
Posting Komentar