( Upaya Pondok Pesantren Dalam Merespon Tantangan Zaman )
Oleh: Drs. Muhamad Akli.M.Pd.I
A. Pengertian dan Latar Belakang Bedirinya Pesantren
1. Pengertian Pesantren
Pesantren sebagai lembaga pendidikan memiliki pengertian yang luas mengingat pola pembelajaran di pesantren beraneka ragam bentuknya. Terminologi pesantren mengandung makna “ Lembaga pendidikan dan pengajaran agama islam yang pada umumnya pendidkan dan pengajaran tersebut diimplementasikan dengan cara non-klasikal dengan seorang kyai mengajar santrinya berdasarkan kitab-kitab berbahasa arab dari ulama-ulama besar sejak abad pertengahan. Sedang para
santinya tinggal dalam asrama Pesantren.
Secara etimologi pesantren berasal dari kata “ Santri yang mendapat awalan pe-dan akhiran-an yang berarti sebuah pusat pendidikan islam tradisional atau sebuah lembaga untuk siswa muslim ( santri ) sebagai model sekolah agama Islam.Namun ada juga yang menyebutkan bahwa kata santri itu mengadopsi dari bahasa india “ shastri “ yang bermakna orang suci dalam agama hindu. Agaknya Keterkaitan bahasa ini tak terlepas dari eksestensi kerajaan hindu pra islam di nusantarayang secara tidak langsung meninggalkan jejak budaya.
Karel A. Steenbrink mengemukakan bahwa secara terminologis di lihat dari bentuk dan sistemnya, pesantren dimungkinkan dari India. Di samping itu kata ‘pondok’ yang mendampingi kata pesantren dimungkinkan berasal dari bahasa Arab “ funduq’ yang berarti tempat tinggal, hotel, dan asrama.
Norchalis Madjid mengemukakan bahwa kata santri dan kyai karena kedua unsur ini senantiasa menyatu ketika berbicara mengenai pesantren. Kata santri berasal dari kata sastri ( bahasa sansekerta) yang berarti melek huruf sehingga dikonotasikan bahwa santri merupakan kelas literary yaitu bagian dari komunitas yang memiliki pengetahuan agama yang dibaca dari kitab-kitab berbahasa Arab dan selanjutnya diasumsikan paling tidak santri mampu membaca Al Quran. Kemudian kata santri diyakini berasal dari bahasa Jawa ‘cantrik’ yang berarti orang yang selalu mengikuti seorang guru kemana pun sang guru pergi dan menetap dengan tujuan dapat belajar suatu keahlian. Cantrik juga terkadang diartikan sebagai orang yang menumpang hidup.
2. Latar Belakang Berdirinya Pesantren
Tumbuh dan berkembangnya pendidikan keagamaan islam di Indonesia tidak terlepas hubungannya dengan sejarah masuknya islam di nusantara. Semula pendidikan ini merupakan pendidikan agama islam yang dimulai sejak munculnya masyarakat islam di Indonesia pada abad ke-13.
Dalam sejarah pendidikan di Indonesia, Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan pribumi tertua di Indonesia.
Mengenai awal mula pondok pesantren itu ada yang berpendapat bahwa pondok pesantren terinspirasi dari sejarah dakwah Rasulullah SAW pada awal penyebaran islam dengan bertempat di rumah Arqam bin Abu Arqam dengan sekelompok orang atau yang dikenal dengan As-Sabiqunal Awwalun.
Pondok pesantren di Indonesia baru diketahui keberadaan dan perkembangannya setelah abad ke-16. Dalam naskah karya jawa klasik ( seperti Serat Cabolek dan Serat Cantini ) mengungkapkan bahwa dijumpai lembaga-lembaga yang mengajarkan kitab islam klasik dalam bidang fiqih, tasawuf, dan menjadi pusat penyiaran islam, yaitu pondok pesantren.
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang sekurang-kurangnya mempunyai tiga ciri umum, yaitu kyai sebagai figur sentral, asrama sebagai sebagai tinggal para santri, masjid sebagai pusat kegiatan. Adapun ciri khususnya adalah adanya pemimpin yang kharismatik dan suasana keagamaan yang mendalam.
Tegak berdirinya sebuah pesantren sekurang-kurangnya harus didukung oleh lima unsur atau elemen, yaitu adanya pondok, masjid, pengajaran kitab-kitab klasik, santri, dan kyai.
Jika dilihat dari proses munculnya atau lahirnya sebuah pesantren, maka kelima elemen itu urut-urutannya adalah kyai, masjid, santri, pondok, dan pengajaran kitab-kitab klasik.
Lembaga pesantren mengalami perkembangan yang cepat, disebabkan adanya sikap non-koperatif para ulama terhadap kebijakan “politik etis “ pemerintah kolonial Belanda pada akhir abad ke-19, yaitu kebijakan yang dimaksudkan sebagai balas jasa kepada rakyat Indonesia dengan memberikan pendidikan modern termasuk budaya barat.
Sikap ketidak-setujuan dan pembelotan para ulama itu kemudia ditunjukkan dengan mendirikan pesantren di daerah-daerah yang jauh dari kota untuk menghindari intervensi pemerintah kolonial serta memberikan kesempatan lebih banyak kepada rakyat belum memperoleh pendidikan.
Perkembangan pesantren yang begitu pesat juga di duga telah dibukanya terusan suez pada tahun 1869 yang memungkinkan lebih banyak pelajar Indonesia mengikuti pendidikan di Makkah, sehingga sepulang mereka ke kampung halaman, para pelajar yang umum bergelar “haji” ini mengembangkan pendidikan agama di tanah air yang bentuk lembaganya kemudian disebut pesantren atau pondok pesantren.
Dengan demikian, pesantren pada awalnya sangatlah sederhana. Kegiatan pengajian dipusatkan di dalam masjid yang terdiri dari kyai dan beberapa santri melakukan interaksi pembelajaran dengan lebih banyak menggunakan metode ceramah. Ruang lingkup materi berkisar masalah keimanan, Akhlak, dan fiqih yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Kegiatan ini melahirkan kederisasi santri. Santri yang telah dianggap menguasai materi pemebelajaran, pulang ke kampung halamannya dan membuka pengajian yang dalam perkembangannya terbentuklah lembaga pendidikan pesantren dalam bentuk pesantren tradisional dan ada ada pula yang menyesuaikan perkembangan pendidikan.
B. Tipologi Pesantren
Secara umum lembaga pendidikan pesantren digolongkan menjadi dua tipologi. Pertama, tipe pesantren salafi, yaitu pesantren yang tetap mempertahankan sistem dan materi pengajaran yang bersumber pada kitab-kitab klasik Islam berbahasa Arab “gundul “ dengan sendi utama menggunakan metode sorogan atau individual.
Kedua, tipe pesantren khalafi, yaitu pesantren yang menerapkan sistem madrasah, pelaksanaan pengajaran dengan cara klasikal dan memuat pembelajaran pengetahuan umum dan bahasa non Arab dalam kurikulum, bahkan di tambah dengan berbagai keterampilan.
Menurut Mukti Ali, sistem pengajaran di Pondok Pesantren dalam garis besarnya ada dua macam, yaitu sistem non-klasikal dan sistem klasikal. Sistem non-klasikal antara lain terdiri dari wetonan, sistem sorogan, metode muhawaroh, metode mudzakarah, dan metode majlis ta’lim.
Sementara itu, dalam peraturan Menteri Agama nomor 3 tahun 1979 tentang bentuk pesantren dibagi ke dalam empat tipe.
1. Pondok pesantren tipe A, pondok pesantren tempat para santri belajar dan bertempat tinggal di asrama di lingkungan pesantren dengan pengajaran tradisional
2. Pondok pesantren tipe B, pondok pesantren dengan pengajaran bersifat klasikal. Dan pengajaran bersifat aplikatif dengan batasan waktu tertentu.
3. Pondok pesantren tipe C, pondok pesantren yang hanya merupakan asrama sedang santrinya belajar di luar atau disekolah-sekolah umum sedang kyai hanya sebagai pengawas dan Pembina mental para santri
4. Pondok pesantren tipe D, pondok pesantren yang menyelenggarakan sistem pembelajaran bercorak pesantren salaf dan sekaligus sistem madrasah.
Menurut Ziemek membuat klsifikasi pesantren berdasarkan kelengkapan unsur-unsur pesantren. Tipe-tipe pesantren berdasarkan klasifikasi Ziemek adalah sebagai berikut;
1. Pesantren jenis A, yaitu pesantren yang paling sederhana. Elemennya terdiri dari kyai, masjid dan santri.
2. Pesantren jenis B, yaitu pesntren yang lebih tinggi tingkatannya yang terdiri dari komponen-komponen; kyai, masjid, pondok, dan santri
3. Pesantren jenis C, kelompok pesantren yang ditambah dengan lembaga pendidikan, yaitu terdapat komponen kyai, masjid, santri pondok, madrasah
4. Pesantren jenis D, kelompok pesantren yang memiliki fasilitas lengkap dengan pemahaman elemen madrasah dengan lingkup pendidikan formal dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi
5. Pesantren jenis E, kelompok pesantren besar dan berfasilitas lengkap yang terdiri dari pesantren induk dan pesantren cabang
C. Karakteristik Pengelolaan Pendidikan Pesantren
Karakteristik pesantren yang lebih mengarah pada fiqih-sufistik dalam makna yang sempit, saat ini masih mewarnai sebagian pondok pesantren. Pandangan sufistik yang besifat teosentris menekankan pada budaya hidup asketis yang di simbolkan dengan hidup kesederhanaan baik secara social maupun ekonomi.
Komunitas Pesantren terutama disimbolkan para santri, amat menekankan pada gaya hidup seadanya, mulai soal berpakaian, tempat tidur, ruang belajar tempat memasak, kamar mandi, selain sangat sederhana juga tampak “ kotor”. Jadi ketika mereka memahami bagaimana cara-cara hidup sehat maka cenderung berkonotasi “spiritual“.
Untuk melihat karateristik pengelolaan pesantren serta upaya-upaya yang telah dilakukan oleh beberapa pesantren terhadap pembaharuan sistem pendidikan dan pengelolaannya dapat dibandingkan antara dulu, sekarang, dan masa akan datang, antara lain dapat di diskripsikan sebagai berikut:
No Hal Tradisional Sekarang dan akan Datang
1 Status - Uzlah
- Milik Pribadi -Sub sistem pendidikan nasional
-Milik institusi/yayasan
2 Jenis Pendidikan Pesantren non formal -Pesantren
-Madrasah
-sekolah umum
Perguruan tinggi
3 Sifat Bebas waktu, tempat
Bebas biaya dan syarat Masih berlaku bagi PNF
Tidak berlaku bagi PF
4 Tujuan Agama( ukhrawi )
Memahami dan mengamalkan secara tekstual Agama (duniawi)
Memahami dan mengamalkannya sesuai tempat dan zaman
5 Bahasa Pengantar Daerah, Arab Indonsia, Daerah, Arab, dan Inggris
6 Kepemimpinan Kharismatik Rasional
7
Corak kehidupan Fikih, sufistik, ukhrawi, sakral, fatalistik Fikih-sufistik+ ilmu
Ukhrawi + Duniawi
Sacral + profane
Manusia object +subjek (vitalistik)
8 Perpustakaan,dokumen
tasi, dan alat pendidikan Tidak ada
manual Ada
Manual, Elektronika
Komputer
9 Air Dua kullah Kran/ledeng
10 Asrama Hidup bersama menerima, memiliki ilmu, dan mengamalkannya Hidup bersama, dialog, menjadikan ilmu sebagai sarana mengembangkan diri
11 Pengurus Mengabdi Kyai Bertanggung jawab pada unit kerja
Memberikan masukan /pertimbangan pada kyai
D. Modernisasi Pendidikan Pondok Pesantren
Menilik latar belakang sejarah dan tipologi pesantren, karakteristik, dan dinamika perkembangan pesantren sebagai suatu lembaga pendidikan yang khas islami secara langsung atau pun tidak langsung akan berhadapan dengan tantangan zaman. Perkembangan ilmu pengetahuan menjadi bagian integral dalam upaya pondok pesantren merespon tantangan zaman.
Dalam dasawarsa terakhir, telah terjadi pergeseran yang dialami oleh pondok pesantren. Ada beberapa indikator yang dialami oleh pondok pesantren.
1. Kyai bukan lagi satu-satunya sebagai sumber belajar. Aneka sumber belajar baru makin tinggi, dinamika komunikasi antara sistem pendidikan pesantren dengan sistem yang lain membuat santri dapat belajar dari banyak sumber.
2. Hampir seluruh pesantren menyelenggarakan jenis pendidikan formal.
3. Adanya kebutuhan santri untuk memiliki ijazah dan penguasaan keterampilan tertentu.
4. Adanya kecenderungan para santri untuk mempelajari sains dan teknologi
5. Belajar dengan biaya pendidikan dan living cost dalam tiap bulan atau triwulan
Azyumardi Azra dalam sebuah kata pengantar yang berjudul “ Pesantren Kontinuitas dan perubahan “ menyatakan harus diakui bahwa modernisasi paling awal dari sistem pendidikan islam di Indonesia tidak bersumber dari kalangan muslim sendiri. Pendidikan dengan sistem yang lebih modern, justeru diperkenalkan oleh Belanda melalui perluasan kesempatan bagi pribumi untuk mendapatkan pada paruh abad XIX.
Sementara Nurcholis Madjid berasumsi bahwa modern selalu berkonotasi barat. Munculnya anggapan ini, berkaitan dengan nilai-nilai ke-modern-an didominasi nilai-nilai dari barat.
Sebagaimana diketahui bahwa kemodernan bersifat universal, dan sangat berbeda dengan nilai-nilai barat yang local atau pun regional. Ketika barat mengalami kemajuan , secara kebetulan akses informasi sudah berevolusi , hasilnya simbol modern melekat secara permanen . Yang menjadi arus bawah peradaban modern dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ada tiga pokok yang perlu mendapat perhatian dalam upaya modernisasi pendidikan di pondok pesantren.
1. Kurikulum,
Upaya pondok pesantren dalam merespon tantangan zaman diperlukan adanya kurikulum pendidikan untuk menyelaraskan perkembangan ilmu pengetahuan. Namun tetap mempertahankan identitas pendidikannya yang khas islami. Modernisasi yang dilakukan hanya terbatas teknis agar modifikasi dan improvisasi yang dilakukan tidak kontradiktif dengan tradisi pesantren.
2. Metodologi Pengajaran
Metodologi merupakan aspek penting agar proses pembelajaran lebih efektif dalam mencapai tujuan. Persoalan ini sering terabaikan pada pondok pesantren tradisional
3. Sumber Daya Manusia
Adanya integrasi pengembangan intelektual dan pembinaan kepribadian santri dengan membuka diri pada dunia luar merupakan hal penting sebagai aksi responsive terhadap tantangan zaman. Upaya ini dilakukan agat terlahir kualitas Sumber Daya Manusia ciri khas pesantren ( Ulama Intelek).
Disamping itu, keberadaan pondok pesantren yang makin beragam bentuk peranan dan fungsi berdampak pada fenomena yang lain dalam upaya menyusun suatu pola yang mudah difahami sebagai acuan untuk pengembangan pondok pesantren masa depan. Namun pada prinsifnya apa pun yang terjadi dalam sistem pendidikan dan pengelolaan dalam pondok pesantren harus tetap mengacu sebagai lembaga pendidikan yang khas.
Dalam upaya tafaqquh fi al-diin, pondok pesantren tetap memegang teguh kaidah al-muhafazhah ‘ala al-qadim al shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al ashlah, kaidah yang melandasi transformasi dalam pondok pesantren.
Tranformasi dalam pondok pesantren melalui pengembangan dan pembinaan pondok pesantren dapat dilakukan dengan upaya pemberdayaan dan peningkatan mutu pondok pesantren agar dapat memenuhi visi, misi, dan fungsinya sebagai lembaga pendidikan, keagamaan, dan pengembangan masyarakat melalui dua aspek
1. Aspek Non-Fisik
a. Pendidikan agama/pengajian kitab
b. Pendidikan dakwah
c. Pendidikan formal
d. Pendidikan seni
e. Pendidikan kepramukaan
f. Pendidikan olah raga dan kesehatan
g. Pendidikan keterampilan/kejuruan
h. Pengembangan Masyarakat
i. Penyelenggaraan kegiatan social
2. Aspek fisik ( Sarana prasarana atau fsilitas kegiatan pondok pesantren )
a. Masjid
b. Perumahan Kyai atau Ustadz
c. Asrama/pondok
d. Perkantoran dan perpustakaan
e. Gedung pendidikan /tempat pengajian
f. Aula/ balai pertemuan
g. Peralatan kegiatan pendidikan
h. Balai kesehatan
i. Lapangan olah raga dan pramuka
j. Koperasi
k. Lingkungan masyarakat.
Modernisasi pondok pesantren juga menyangkut aspek manajemen dan pengelolaan pondok pesantren. Pada aspek ini ada beberapa hal yang mesti dilakukan agar tertata dengan baik.
1. Administrasi
Administrasi dimaksudkan agar dalam peyelenggaraan pondok pesantren mengacu pada perencanaan dan tujuan yang ingin dicapai. Adanya pembagian tugas ( job disccription) melalui bidang-bidang tertentu.
2. Organisasi
Adanya struktur organisasi yang jelas, agar pada masing- masing bidang memiliki kadar tanggung jawab yang tinggi. Sebab tantangan ke depan makin kompleks dengan dinamika perkembangannya.
3. Tenaga Pendidik dan kependidikan
Tenaga pendidik menjadi bagian yang penting agar nuansa pendidikan tidak terkesan tertinggal wawasannya dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian tenaga kependidikan harus dibekali ilmu dasar administrasi apalagi kesan tugas rangkap menjadi dilema tersendiri dalam mencapai tujuan.
4. Pengelolaan Keuangan
Dalam pengelolaan merupakan faktor sensentif, menuntut adanya transparasi pengelolaan. Upaya pengelolaan mesti dirumuskan bersama-sama seluruh jajaran pengelola pondok pesantren, baik dalam hal penyusunan rencana anggaran pendapatan dan belanja pondok, penerimaan, pengeluaran, dan pembukuannya.
5. Supervisi dan evaluasi
Upaya modernisasi pondok pesantren untuk merespon tantangan zaman untuk melihat tingkat penguasaan dan keberhasilan baik menyangkut output pembelajaran, tata kelola, maka langkah supervisi dan evaluasi menjadi urgen adanya.
Manajemen dan pengelolaan pondok pesantren ini merupakan sesuatu yang penting untuk diterapkan untuk melihat peluang ke depan dan untuk mengukur kondisi dan kemampuan pondok pesantren, baik secara manjerial maupun finansial yang tentunya disesuaikan dengan karakteristik pondok pesantren dan visi, misi, dan fungsinya.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Ari, H. Gunawan,Sosiologi, Suatu Analisis Sosiologi Tentang Pelbagai Problem
Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta 2000
Azyumardi Azra, Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Logos
Wacana Ilmu, cet.I , Jakarta, 1998
Bahrein.T Sugehan, Sosiologi Pedesaan, Suatu Pengantar, Raja Grapindo Persada,
Jakarta, 1996
Mahfud Junaidi, Rekonstruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Ditjend
Kelembagaan Islam, Jakarta 2005
Departemen Agama, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah, Pertumbuhan dan
perkembangannya, Ditjend Kelembagaan Islam, Jakarta 2003
Departemen Agama, Pola Pengembangan Pondok Pesantren, Dijend Bimbaga
Islam, Proyek Peningkatan Pondok Pesantren, Jakarta, 2000
Departemen Agama, Pola pembelajaran di Pesantren, Dijend Bimbaga Islam,
Proyek Peningkatan Pondok Pesantren, Jakarta, 2001
Hasbullah, Sejarah pendidikan Islam di Indonesia, Lintasan Sejarah Pertumbuhan
dan Perkembangan, PT. Raja Grapindo Persada, Jakarta, 1999
Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, LP3ES, Jakarta, 1994
Marwan Saridjo, Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia,Dharma Bhakti Jakarta,
1983
Marno dan Triyo Supriyatno, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan
Islam,PT. Grafika Adhitama, Bandung, 2008
Nurchalis Madjid, Bilik-bilik Pesantren,Sebuah Potret Perjalanan,Paramadina,
Jakarta 1997
Sulthan Masyhud, Manajemen Pondok Pesantren, Mundzier Suparta, Diva Pustaka,
Jakarta, 2005
Yasmadi, Modernisasi Pesantren, Kritik Nurchalis Madjid Terhadap Pendidikan
Islam Tradisional, Ciputat Press, 2002
Zaini Muchtaram, Santri dan Abangan di Jawa, INIS, Jakarta, 1998
Zamakhsyari, Dhofier, Tradisi Pesantren, Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai,
LP3ES, Jakarta, 1992
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pesantren sebagai lembaga pendidikan tumbuh dan berkembang dari masyarakat dan untuk masyarakat. Keadaan ini menyebab pesantren lebih mencerminkan gerakkan masyarakat yang peduli dengan pendidikan, khususnya pendidikan agama.Islam
Visi utama pondok pesantren dalam pendidikan adalah tafaqquh fi al-din, yaitu menyiapkan para santri untuk lebih memahami dan menghayati agama Islam. Upaya kaderisasi ini telah berlangsung lama sejak kelahirannya hingga sekarang.
Pesantren memiliki kemandirian yang tinggi yang berhubungan erat dengan karateristik, kultural, dan pengalaman historis yang sudah terpelihara sejak lama memudahkan pesantren untuk beradaptasi dengan perubahan dan perkembangan.
Adanya pergeseran figur kyai/ulama yang tidak lagi menjadi satu-satunya sumber belajar, menghajat pondok pesantren mereformasi diri, membangun langkah-langkah strategis dalam mengimangi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
Modernisasi pondok pesantren lebih berorientasi pada teknis penyelenggaraan pendidikan. Ada dua faktor penunjang yang h
Posting Komentar